apa aja boleh????
Kamis, 10 November 2016
Pulang
begitu dekat,
begitu nyata,
begitu biasa...
di tempat yang begitu biasa...
yang tanahnya begitu lembut,
yang langitnya begitu jingga,
yang rumputnya begitu tinggi,
dan tentu saja begitu hijau...
di tempat yang begitu biasa itu...
anginnya begitu sepoi-sepoi,
matahari begitu biasa terangnya,
ditemani awan-awan kecil berkejaran,
panas dan dinginnya begitu biasa bergiliran menyinggahinya...
di tempat yang begitu biasa itu...
kita lihat sungai, bertemu dengan sungai yang lebih besar,
burung-burung bertebangan kembali ke sarangnya,
kepiting-kepiting kecil pun menggali lubang persembunyiannya,
bahkan bakau pun mulai memekarkan bunganya nan sederhana yang begitu biasa...
di tempat itu pun segalanya begitu biasa...
matahari yang terbit dengan tenggelamnya,
air yang mengalir begitu tenangnya,
gunung dan bukit yang begitu kokohnya,
langit yang apa adanya dengan kebiruan, atau kejinggaannya,
semuanya benar-benar begitu biasa...
di tempat yang begitu biasa itu, manusianya pun begitu biasa...
melangkah dengan kedua kaki,
menggenggam dengan kedua tangan,
mendengar dengan kedua telinga,
melihat dengan kedua mata,
mencium dengan hidung
meraba, dan merasa sebagaimana manusia pada keadaan yang begitu biasanya...
mereka tidur di malam hari, dan beraktivitas di siang hari
mereka makan ketika lapar dan minum ketika haus
mereka saling mencinta dan memperingati
mereka berperang dan berdamai
mereka lari dan bertarung
selayaknya manusia yang begitu biasa...
ditempat yang begitu biasa itu,
sangat sulit menemukan sesuatu yang tidak begitu,
sudah menjadi begitu biasa untuk memunculkan sesuatu yang baru,
dan segala sesuatu yang baru itu pun akan menjadi begitu biasa
bersama waktu ditempat itu,
hingga pada waktunya tempat yang begitu biasa itu pun akan habis masa waktunya
kembali menuju realitas sejatinya yang begitu biasa,
pulang kembali bersama pemiliknya menuju penciptaNya,
seraya membawa buah dan perkaranya...
Sabtu, 06 Februari 2016
Pengelana Jutaan Tahun
Surat ini aku tulis untuk kamu, kamu, kamu disana yang bersembunyi dalam ruang lembab gelap bangunan. Bersama dalam kelompokmu yang besar untuk keselamatan.
Aku tahu perjalananmu tak selalu mudah selama 320 juta itu. Kau dikejar, dicaci dan diinjak untuk sekian waktu lamanya. Bertahan di dunia yang keras, yang terus berubah dan memanas ini. Lalu setelah sekian juta lamanya kau menghadapi musuh baru. MANUSIA!
Yap!!! Manusia yang tak sadar betapa pentingnya engkau bagi ekosistem dunia yang rapuh ini. Apabila tanpamu dunia akan begitu sesak oleh sampah yang seharusnya kau uraikan. Sisa-sisa makanan yang kita (manusia) tidak habiskan. Sisa-sisa sia-sia yang kadang sebagian dari kita anggap sebagai trofi atas kesuksesan.
Melalui surat ini sebenarnya aku cuma ingin mengatakan terima kasih kepadamu sebagai CiptaanNya. Karena sungguh benar sabdaNya "tiada kesia-sian apa yang menjadi penciptaan". Terima kasih telah mengurai sampah dan sisa-sisa kesia-siaan yang kami ciptakan...
Dari Manusia yang sedang belajar Keagungan penciptaanNya
Jumat, 05 Februari 2016
Surat kepada Tuan Transisi
Kamis, 04 Februari 2016
Dia-Dia-Dia yang Terlarut Bersama Hujan
Minggu, 31 Januari 2016
Penziarah Kalibata
Dear Kalibata dulu,
Engkaulah saksi sejarah bangsa ini. Terpatri di dinding sejarah bercerita.
Penuh kelam yang berusaha dilupakan, namun terus membayangi.
Dear Kalibata hari ini,
Tempat perlambang persemayaan pahlawan negara. Terabai di tengah pembangunan kota. Terlupa di tengah gedung tinggi kemakmuran. Dibelah jalan jalan besar perhubungan.
Dear Kalibata esok,
Tempat bernaung jutaan jiwa. Bertumpuk dalam hutan beton kota. Bergumul dalam hiruk pikuk macet jalanan perhubungan yang makin tak tentu arahnya.
Masihkah engkau ingat? Terlepas dari apa dulu, hari ini, dan esoknya engkau.
Engkau sebagai saksi atas sedihku yang kehilangannya.
Engkau sebagai singgahku atas lelah dalam perjalananku.
Engkau sebagai rehatku atas kagum dalam pencarianku.
Ijinkan aku tuk ucapkan salam atas hadirmu hari ini. Terimakasih atas pemberianmu saat ini. Dan pamit perpisahan atas kenang-kenang burukmu kala itu.
Dari salah satu penziarah yang sekedar lewat di kala waktu yang tak tentu...
Jumat, 15 Januari 2016
Soal Rasa
Apa itu rasa?
manisnya gula
asinnya garam
Atau asamnya cuka?
Apa itu rasa?
ilusi yang kau ciptakan
imaji yang kuinginkan
Atau hanya bayang-bayang kefanaan?
Apa itu rasa?
Cinta?
Harap?
Sakit?
Putus asa?
Apa itu rasa?
Begitu nyata
Begitu fana
Dan belalu begitu saja
Apa itu rasa?
Sesuatu di hatiku kala senyummu
Yang berdesir di benakku kala ucapmu
Dan memabukkan di kala hadirmu
Apa itu rasa?
Kebingungan
Ketakutan
Kesepian
Lalu apa yang kurasa?
Jatuh hati kah?
Simpati kah?
Atau sekedar selingan kekaguman yang sekedar singgah?
Namun bagiku saat ini
Biarlah rasa ini berlalu
Berlalu bersama sepi
Sudut gelap kamar ini
Berlalu bersama waktu
Hening malam gelap gulita
Yang menyembunyikan
Misteri hati yang terdiam tersakiti
Berlalu bersama kata-kata pujangga
Para pemuja keindahan dan kehidupan
Berlalu bersama air mata
Kenang buruk masa lalu yang kembali terulang
Dan bersama lelapmu disana
Tuk menutup lembar lelah hari ini
Semoga kelak esok hari rasa ini telah tiada
Bersama bangunnya engkau disana
Yang memulai esok hari
Bersama cerianya mentari pagi
Yang membunuh gelap gulita malam tadi
Bersama senyumku tuk membuka lembar hati untuk kesekian kali
Iya semoga saja...
Aamiin...
Selasa, 12 Januari 2016
Kaku Besi Aku
Aku ini hanya besi
Kaku tak lentur
Kuat tak goyah
Namun mudah berkarat
Aku ini hanya besi
Menyempil diantara beton
Penguat kerangka
Bersama material lainnya
Aku ini hanya besi
Bahan mentah yang belum jadi apa-apa
Belum jadi mobil
Belum jadi kerangka
Belum pula bersanding dengan material lainnya
Aku ini hanya besi
Keras karena prinsipku
meleleh karena senyummu
Dan berkarat karena terus memikirkanmu
Untungnya aku ini hanya besi
Bukan tanah, air, apa lagi udara
Dan aku bahagia karenaNya