Sabtu, 06 Februari 2016

Pengelana Jutaan Tahun

Dear Pengelana 320 juta tahun

Surat ini aku tulis untuk kamu, kamu, kamu disana yang bersembunyi dalam ruang lembab gelap bangunan. Bersama dalam kelompokmu yang besar untuk keselamatan.

Aku tahu perjalananmu tak selalu mudah selama 320 juta itu. Kau dikejar, dicaci dan diinjak untuk sekian waktu lamanya. Bertahan di dunia yang keras, yang terus berubah dan memanas ini. Lalu setelah sekian juta lamanya kau menghadapi musuh baru. MANUSIA!

Yap!!! Manusia yang tak sadar betapa pentingnya engkau bagi ekosistem dunia yang rapuh ini. Apabila tanpamu dunia akan begitu sesak oleh sampah yang seharusnya kau uraikan. Sisa-sisa makanan yang kita (manusia) tidak habiskan. Sisa-sisa sia-sia yang kadang sebagian dari kita anggap sebagai trofi atas kesuksesan.

Melalui surat ini sebenarnya aku cuma ingin mengatakan terima kasih kepadamu sebagai CiptaanNya. Karena sungguh benar sabdaNya "tiada kesia-sian apa yang menjadi penciptaan". Terima kasih telah mengurai sampah dan sisa-sisa kesia-siaan yang kami ciptakan...


Dari Manusia yang sedang belajar Keagungan penciptaanNya

Jumat, 05 Februari 2016

Surat kepada Tuan Transisi

Kepada Yth Tuan Transisi

Dengan ini saya selaku manusia bumi yang cinta dengan buminya ingin menyampaikan secara ringkas akan beberapa hal. 

Wahai Tuan Transisi yang memuakkan sampai kapan kah anda akan memeras kami kaum manusia bumi? Tak cukupkah selama ini yang kalian dapatkan? Kalian telah menguras waktu dan tenaga kami. Kalian telah meracuni kami dengan ketakutan dan kesenangan semu. Kalian telah merusak kami luar dalam. Dan sekarang pun kami sakit bersama bumi yang kami cintai ini. Tak puas kah engkau?

Wahai Tuan Transisi yang memuakkan tak sadarkah engkau jika kami hancur kaupun hancur. Apakah engkau lupa bahwa tanah ini, air ini, udara ini adalah titipanNya yang wajib kita sampaikan pada anak cucu kita nanti? 

Mungkin yang kusampaikan untuk mu saat ini bagai pasir tak berarti. Bagai bintang mungil yang terhampar dalam ketiadak berbatasan semesta. Iya benar tapi aku tak sendiri. Layaknya pasir yang tak pernah sendiri. Pasir-pasir inilah yang akan menguburmu. Layaknya bintang mungil yang bersinar di gelap malam, bintang mungil itu mentari dan kau hanyalah bulan. kau pikir kaulah yang akan bersinar? Salah!!! Kamilah yang akan bersinar, karena bulan cuma memantulkan cahaya kami saja.

Sekian, Salam 


dari Duta Hati Manusia Bumi

Kamis, 04 Februari 2016

Dia-Dia-Dia yang Terlarut Bersama Hujan

Teruntuk Dia-Dia-Dia

Pagi ini hujan kembali turun, seperti yang lalu. Ketika kita pernah saling bercerita tentang pahit getirnya hidup di dunia. Dunia yang rakus, kejam dan tanpa belas kasihan. Dunia yang tiada harapan. dimana seakaan hanya menunggu kiamat saja dan kita kembali kepadanNya semata. 

Lalu ketika aku makin larut dalam semua burukny dunia dalam pikiranku. Kau menaparku kembali dengan sangat keras melalui sebait kutipan...
"Doakan saja semoga dunia ini menjadi lebih baik. Karena daripada sibuk menghakimi kegelapan lebih baik menjadi cahaya yang memerangi kegelapan. Yaaaaaaa setidaknya dengan doamu itu" katamu.

Siang ini pun masih begitu, langit masih begitu mendung. Semendung hatimu yang berbicara tentang manisnya cinta di masa lalu. Masa lalu yang berubah menjadi kenangan buruk bunga tidurmu. Dimana itu kau ceritakan padaku "si robot" besar yang kokoh dalam kerangka persahabatan.

Si robot besar yang begitu kau percaya, kau yakini dan harapkan menjadi penjagamu. Tapi apa daya, ternyata aku hanya robot yang sedang rusak oleh cintamu. Ehm... cintamu, racunku. hancur sudah kerangkaku.

Lalu sore inipun kan segera berlalu, bersama tombol "publish" disitu. Bersama tulisan singkat tentang mu yang diingatkan oleh hujan pagi tadi. Iya, tulisan random tentang robot besar kaku singkat yang teracunimu. 



Dari Si Robot Besar Kaku